Ketua DPD Lembaga RAMPAS 08 Kolaka Meminta Kejaksaan Agung Turun Tangan Untuk Membongkar Indikasi Kasus Korupsi PD. ANEKA USAHA KOLAKA.
KOLAKA SULTRA, LINGKAR MERAH–Lembaga Swadaya Masyarakat Persada Nusantara mulai geram dengan sistem penekan hukum bagi parah penjarah kawasan hutan khususnya parah pelaku usaha pertambangan. Saat ini menjadi sorotan utama adalah PD. Aneka Usaha Kolaka salah satu perusahaan daerah yang bergerak dibidang operasi produksi yang sudah menjarah kawasan hutan namun para penegak hukum kehutanan seakan tidak berkutik dalam penanganan persoalan ini. Hal ini dibuktikan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan sudah berulang kali melakukan pemasangan plan larangan pendudukan kawasan hutan bahkan Plan Larangan Kedua yang ditindak lanjuti dengan dimulainya proses penyelidikan dan melakukan pemanggilan para saksi dimulai dari PJO sampai ke Direktur Utama PD. Aneka Usaha Kolaka, namun hingga saat ini juga belum ada titik terang dari penggunaan kawasan hutan secara illegal.
Bukti penggunaan kawasan itu diperkuat dengan kondisi real existing lapangan, dimana tumpukan hasil produksi ore Nikrl dikawasan hutan produksi menjadi tontonan umum, bahkan akibat dari bukaan kawasan illegal yang dilakukan oleh PD. Aneka Usaha Kolaka tidak tanggung-tanggung jumlah produksinya mencapai ratusan ribu metrik ton. Bahkan di akhir tahun 2023 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI mengeluarkan Surat Keputusan Penetapan Denda atas areal keterlanjuran PD. Aneka Usaha Kolaka senilai 19,6 Milyar. Namun anehnya hingga saat ini, PD. Aneka Usaha Kolaka bukannya patuh terhadap sanksi pelanggaran tersebut namun mengabaikan sanksi tersebut, sehingga publikpun jadi bertanya-tanya. Apakah PD. Aneka Usaha Kolaka ini kebal hukum atau suatu perusahaan yang menganut simbiosis mutualisme dengan para penegak hukum kehutanan, bahkan Gakkum pun dibuat tidak berkutik.
Hal ini dibuktikan dan dikuatkan ketika di 2024 PD. Aneka Usaha Kolaka kembali mendapatkan Quota sebanyak 1.040.000 MT. Dengan quota sejumlah itu seharusnya PD. Aneka Usaha Kolaka sudah menyelesaiakan Denda keterlanjuran sebesar 19,6 M namun dari hasil quota RKAB di tahun 2024 PD. Aneka Usaha Kolaka tidak melakukan pembayaran sepeser pun. Sehingga menimbulkan pertanyaan kemana hasil Royalti PD. Aneka Usaha Kolaka yang telah ditetapkan senilai U$D 5,5/MT. Jika royalti ini dikalikan dengan jumlah quota RKAB (5,5 U$D x 15000 x 1.040.000 = 85. 800.000.000) itu mendapatkan royalti sebesar Rp.*85. 800.000.000* (delapan puluh lima milyar delapan ratus juta rupiah). Pertanyaannya sekarang kemana royalti tersebut, hal ini tentunya perlu dulakukan audit terhadap pengelolaan PD. Aneka Usaha Kolaka.
Hal ini tentunya publik sangat berharap Kejaksaan Agung Republik Indonesia segera mengambil tindakan hukum terhadap pengelolaan keuangan PD. Aneka Usaha Kolaka yang disinyalir telah merugikan negara. Selain Royalti tersebut, PD. Aneka Usaha Kolaka melalui PT. ARM melakukan pungutan berpariasi dimulai angka Rp. 80.000/Ret sampai dengan Rp.380.000/Ret setiap yang menggunakan jalan produksi baik melintasi kawasan hutan maupun diluar kawasan hutan. Hal ini jika dihitung dengan jumlah quota dan dibagi jumlah muatan/ret lalu dikalikan dengan nilai atau beban sewa yang telah ditetapkan PT. ARM semisal 1.040.000 ÷ 15 Ton/Ret x 380.000 akan mendapatkan sebesar *Rp. 26.346.666.540*
Tentunya bisnis ore illegal yang dihasilkan dari kawasan hutan ini sangat menggiurkan dan tentunya tidak bekerja sendiri dan melibatkan beberapa perusahaan rekanan PD. Aneka Usaha Kolaka yang jumlahnya kurang lebih 30 Perusahaan Kerja Sama Operasional diantaranya PT. ARM, PT. AMM, PT. GMI, TOPSE dan lain-lainnya. Dan perlu diketahui hasil jual beli ore nikel untuk kadar 1,6 % di peed senilai 6 U$D. Jika dirata-ratakan dengan sampling 70% ore nikkel dari kawasan hutan maka nilai transaksi ore illegal di wilayah IUP PD. Aneka Usaha Kolaka berkisar senilai RP. 65. 520.000.000.,- ini jika dihitung 70% dari kuota RKAB yang dimiliki oleh PD. Aneka Usaha Kolaka. Dan untuk mengungkap lebih detail, dapat dilakukan pengecekan melalui Surat Ijin Berlayar (SIB).