Diduga Pergunakan Surat Palsu Mafia Tanah Laporkan Pemilik Lahan
LingkarMerah | GOWA, – Tapal Batas Desa merupakan pembatas wilayah administrasi pemerintahan antar Desa dan kecamatan rangkaian titik-titik koordinat yang berada pada permukaan bumi. Batas alam seperti sungai menjadi batas utama desa.
Konflik batas desa kerap kali terjadi, bila tidak ditetapkan oleh pemerintah daerah melalui peraturan daerah atau peraturan kepala daerah. Salah satu konflik batas desa terjadi di Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa Tapal Batas Desa antara Desa Sokkolia, Romangloe, dan Mata Allo.
Berdasarkan Informasi, gegara konflik Tapal Batas Desa tersebut delapan warga Dusun Borong Rappo, Desa Sokkolia sempat dipenjara bersama kepala desanya. Peristiwa itu terjadi pada Tahun 2022 lalu, dilaporkan disangkakan atas tuduhan pemalsuan surat-surat bahkan sampai penyerobotan tanah. Namun, mereka dibebaskan dengan menempuh jalan damai yang dituangkan dalam surat perjanjian damai.
Hingga kini, konflik Tapal Batas tersebut belum juga dapat terselesaikan. Kendati demikian warga Dusun Borong Rappo merasa tanah yang didudukinya adalah hak-hak mereka yang sudah puluhan tahun digarap namun ingin dikuasai oleh diduga mafia tanah
Demi mencari keadilan, warga Dusun Borong Rappo yang sempat dipenjarakan melayangkan surat pengaduan ke lembaga Toddopuli Indonesia Bersatu yang disingkat TIB.
Mendapatkan aduan warga tersebut, Presiden Toddopuli Indonesia Bersatu Syafriadi Djaenaf Daeng Mangka turun langsung. Sehari melakukan investigasi memastikan bahwa Tapal Batas Desa yang menjadi pemicu awal konflik sehingga warga sempat dipenjarakan.
Kata Presiden TIB, hasil investigasi didapatkan terjadi dugaan pemindahan Tapal Batas Desa secara sepihak dan tanpa kewenangan oleh jaringan mafia tanah.
Dimana kata Daeng Mangka, Sainuuddin Daeng Lala selaku pelapor mengklaim atau diduga ingin menguasai lahan tanah garapan Dolo Dg Nai sekeluarga sebagai terlapor yang berada di Desa Sokkolia, dengan dasar laporan surat Ipeda atas nama Sakanong Dg Bella nomor Persil 53 DII Kohir 1076 C1 Desa Romangloe dengan luas 87.000 M2
“Jadi memang ada multi konspirasi disini, hasil investigasi jika pelapor menggunakan fotocopy surat ketetapan IPEDA nomor persil 53 Desa Romangloe yang diduga juga palsu melaporkan jika terlapor menggunakan surat palsu yang tanah garapannya berada di nomor persil 45 Desa Sokkolia,” kata Daeng Mangka kepada wartawan di Kantor Camat Bontomarannu, Kamis (10/8) kemarin.
“Tidak ada kolerasinya karena bukti surat dipakai melapor sebagai pembanding berada di wilayah administrasi desa dan nomor Persil dan Kohir yang berbeda, lagipula sesuai surat ketetapan IPEDA yang digunakan pelapor hanya memiliki luas 8,7 Ha namun ingin menguasai dan mengklaim hingga 23 Ha,” tambah Presiden TIB yang telah mendapatkan kuasa dari aduan warga.
Daeng Mangka mengungkapkan dimana modus para mafia tanah ini dengan cara memindahkan Tapal Batas Desa, siapapun yang memprotes atau memindahkan kembali ketempat semula akan dipenjarakan.
“Jadi kami ada bukti dokumentasi foto saat pemindahan dan pemasangan Tapal Batas Desa Romangloe yang diperluas wilayahnya oleh pihak yang tidak berkompeten, hanya untuk menguasai lahan tanah yang ada di Desa Sokkolia. Pak Camat dan kepala desa Sokkolia serta kepala dusunnya saat itu tidak hadir. Lagi pula pemindahan Tapal Batas Desa bukan kewenangan Kecamatan melainkan kewenangan pemerintah Kabupaten melalui peraturan Bupati dan disetujui juga oleh DPRD Kabupaten Gowa,” ungkapnya.
Dia menambahkan sesuai Pasal 9 ayat (3) Peraturan Mendagri Nomor 45 Tahun 2016 tentang Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa, hasil penetapan dan penegasan ditetapkan oleh Bupati dengan Peraturan Bupati.
“Dan inilah praktek mafia tanah yang sesungguhnya, karena diduga diciptakan oleh oknum aparat yang merugikan masyarakat kalangan kecil,” sebut Presiden TIB.
Disisi lain, mengetahui konflik tapal batas tersebut Pemerintah Kecamatan Bontomarannu mulai melakukan perbaikan. Informasi yang dihimpun, tapal batas yang dipasang oleh Oknum yang tidak bertanggung jawab di Dusun Borongrappo, Desa Sokkolia untuk memperluas Desa Romangloe kini telah dicabut.
Pemerintah Kecamatan Bontomarannu melakukan rapat Tapal Batas Desa dengan mengundang tiga Kepala Desa diantaranya Kades Sokkolia, Romangloe dan Mata Allo.
Kemudian pihak terkait lainnya seperti kepala Dusun Batu Alang, Kepala Dusun Borong Rappo, mantan Kepala Desa Mata Allo, Kepala Dusun berdikari dua, mantan Sekdes Sokkolia sebagai saksi yang mengetahui batas awal ketiga desa tersebut.
Kepada Wartawan, Kepala Kecamatan Bontomarannu Muhammad Syafaat Surya Atmaja mengatakan hasil rapat yang dibahas daripada dasar yang ada di masing-masing Desa akan dilaporkan ke Pimpinan (Bupati Gowa) sehingga dilanjutkan untuk finalisasi. Meski begitu, Syafaat mengungkapkan Tapal Batas Desa memang sudah ada lebih dulu Perda dan penetapannya.
“Jadi rapat tadi, rapat Tapal Batas Desa yakni Desa Mata Allo, Desa Borongloe, dan Desa Sokkolia. Jadi untuk mengembalikan Tapal Batas yang bermasalah itu filosofinya kita kembalikan ke Kabupaten, bagaimanapun itu ini terkait dengan Peraturan Daerah (Perda), seperti yang saya sampaikan tadi, hasil rapat ini kita bawa ketingkat selanjutnya yaitu Kabupaten, tidak bisa juga kita bilang begini, begitu. Karena di Peraturan Menteri Nomor 45 Tahun 2016 Bab VI pasal 19 sudah menggambarkan terkait penegasan batas Desa, pedoman-pedomannya sudah ada disitu semua,” ucap Syafaat di ruangannya.
Syafaat menjelaskan, dirinya belum lama menjabat sebagai Kepala Kecamatan soal Pemekaran atau terbentuknya Desa Romangloe sejak tahun 1986, kemudian Desa Sokkolia dibentuk pada tahun 1989, selanjutnya Desa Mata Allo terbentuk pada tahun 2000.
“Pada saat pemekaran sudah ada batas yang ditetapkan dan di perdakan, hal ini kita akan bahas ke pimpinan dan Inilah yang akan kita kordinasikan ke Kabupaten, kita sesuai aturan jangan sampai kita menambah-nambah atau melebih-lebihkan karena luasannya sudah ada masing-masing ditetapkan,” kata Camat.
“Jangan sampai adanya kesepakatan begini dan begitu, tiba-tiba tidak sesuai dengan peraturan. Inikan kita tidak boleh melawan peraturan yang sudah berlaku sebelumnya. Dan sekarang biar DPRD yang tetapkan,” pungkasnya.(/*) Tib