Ketum PWDPI Minta Kawal Sidang Korupsi Timah 300 Triliun
Jakarta,lingkarmerah.my.id – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI),M.Nurullah RS, Minta kepada insan Pers dan masyarakat kawal sidang korupsi Timah 300 Triliun.
Pasalnya masih kata dia, kasus tersebut sudah mulai disidangkan oleh pihak pengadilan. “Kasus korupsi timah yang merugikan negara sejumlah 300 Triliun sudah mulai disidangkan. Saya minta kasus ini dikawal hingga tuntas,” tegas Ketum PWDPI, Pada Kamis (1/8/2024).
Ketum PWDPI mengatakan, pengalaman baru-baru ini kasus hakim Surabaya yang bebaskan pelaku pembunuhan menjadi pelajaran kita. “Bannyak oknum hakim yang selama ini memanfaatkan persoalan untuk kepentingan pribadi dan memperkaya diri,” katanya.
Dia juga minta kepada aparat penegak hukum para pelaku korupsi timah digulung seumur hidup dan jangan diberikan remisi serta dimiskinkan agar beri efek jera bagi para pelaku.
“Saya minta pelaku dihukum seumur hidup dan dimiskinkan. Sudah cukup masyarakat menderita dan sengsara oleh para koruptor,” tegasnya.
Seperti diketahui dilansir dari Tribun, Mantan Kadis ESDM Babel Suranto Wibowo dan Amir Syahbana menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2024).
Sementara Rusbani, ikut sidang di Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangka di Sungailiat, karena kondisi sakit.
Para eks kadis ini, didakwa telah melakukan dugaan korupsi dengan memperkaya diri sendiri dan orang lain.
JPU mengungkapkan ada sejumlah uang yang dinikmati terdakwa dan pihak-pihak lain.
Di antaranya Amir Syahbana disebut memperkaya diri hingga Rp352 juta lebih.
“Perbuatan terdakwa telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu satu, memperkaya Amir Syahbana sebesar Rp325.999.998,” kata jaksa penuntut umum saat membacakan dakwaan di persidangan.
Adapun pihak-pihak lain yang disebut jaksa turut menikmati keuntungan sebagai berikut:
Suparta melalui PT Refined Bangka Tin sebesar Rp4.571.438.592.561,56 (empat triliun lima ratus tujuh puluh satu miliar empat ratus tiga puluh delapan juta lima ratus sembilan puluh dua ribu lima ratus enam puluh satu rupiah lima puluh enam sen).
Thamron alias Aon melalui CV Venus Inti Perkasa setidak tidaknya Rp3.660.991.640.663,67 (tiga triliun enam ratus enam puluh miliar sembilan ratus sembilan puluh satu juta enam ratus empat puluh ribu enam ratus enam puluh tiga rupiah enam puluh tujuh sen).
Robert Indarto melalui PT Sariwiguna Binasentosa setidak tidaknya Rp1.920.273.791.788,36 (satu triliun sembilan ratus dua puluh miliar dua ratus tujuh puluh tiga juta tujuh ratus sembilan puluh satu ribu tujuh ratus delapan puluh delapan rupiah tiga puluh enam sen)
Mantan Kadis ESDM Babel Suranto Wibowo dan Amir Syahbana menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2024).
Sementara Rusbani, ikut sidang di Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangka di Sungailiat, karena kondisi sakit.
Para eks kadis ini, didakwa telah melakukan dugaan korupsi dengan memperkaya diri sendiri dan orang lain.
JPU mengungkapkan ada sejumlah uang yang dinikmati terdakwa dan pihak-pihak lain.
Di antaranya Amir Syahbana disebut memperkaya diri hingga Rp352 juta lebih.
“Perbuatan terdakwa telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu satu, memperkaya Amir Syahbana sebesar Rp325.999.998,” kata jaksa penuntut umum saat membacakan dakwaan di persidangan.
Adapun pihak-pihak lain yang disebut jaksa turut menikmati keuntungan sebagai berikut:
Suparta melalui PT Refined Bangka Tin sebesar Rp4.571.438.592.561,56 (empat triliun lima ratus tujuh puluh satu miliar empat ratus tiga puluh delapan juta lima ratus sembilan puluh dua ribu lima ratus enam puluh satu rupiah lima puluh enam sen).
Thamron alias Aon melalui CV Venus Inti Perkasa setidak tidaknya Rp3.660.991.640.663,67 (tiga triliun enam ratus enam puluh miliar sembilan ratus sembilan puluh satu juta enam ratus empat puluh ribu enam ratus enam puluh tiga rupiah enam puluh tujuh sen).
Robert Indarto melalui PT Sariwiguna Binasentosa setidak tidaknya Rp1.920.273.791.788,36 (satu triliun sembilan ratus dua puluh miliar dua ratus tujuh puluh tiga juta tujuh ratus sembilan puluh satu ribu tujuh ratus delapan puluh delapan rupiah tiga puluh enam sen)
Suwito Gunawan alias Awi melalui PT Stanindo Inti Perkasa setidak tidaknya Rp2.200.704.628.766,06 (dua triliun dua ratus miliar tujuh ratus empat juta enam ratus dua puluh delapan ribu tujuh ratus enam puluh enam rupiah enam sen)
Hendry Lie melalui PT Tinindo Internusa setidak tidaknya Rp1.059.577.589.599,19 (satu triliun lima puluh sembilan miliar lima ratus tujuh puluh tujuh juta lima ratus delapan puluh sembilan ribu lima ratus sembilan puluh sembilan rupiah sembilan belas sen)
CV Global Mandiri Jaya, PT Indo Metal Asia, CV Tri Selaras Jaya, PT Agung Dinamika Teknik Utama setidak-tidaknya Rp10.387.091.224.913,00 (sepuluh triliun tiga ratus delapan puluh tujuh milyar sembilan puluh satu juta dua ratus dua puluh empat ribu sembilan ratus tigas belas rupiah)
CV Indo Metal Asia dan CV Koperasi Karyawan Mitra Mandiri (KKMM) setidak-tidaknya Rp4.146.699.042.396,00 (empat triliun seratus empat puluh enam miliar enam ratus sembilan puluh sembilan juta empat puluh dua ribu tiga ratus sembilan puluh enam rupiah)
Momen penyitaan uang Rp10 miliar di beberapa tempat di Jakarta oleh Kejagung RI, saat penyidikan dugaan kasus korupsi timah.
Emil Ermindra melalui CV Salsabila setidak-tidaknya Rp986.799.408.690,00 (sembilan ratus delapan puluh enam miliar tujuh ratus sembilan puluh sembilan juta empat ratus delapan ribu enam ratus sembilan puluh rupiah); dan
Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp420.000.000.000,00 (empat ratus dua puluh miliar rupiah).
Para terdakwa eks Kadis ESDM Babel dalam perkara ini disebut-sebut lalai dalam pembinaan dan pengawasan terhadap para pemegang Ijin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP).
Akibatnya, perusahaan-perusahaan pemilik IUJP bebas membeli bijih timah hasil penambangan ilegal dan bahkan melakukan penambangan sendiri di wilayah ijin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
Sehingga perusahaan pemilik IUJP yang bermitra dengan PT Timah Tbk tersebut bebas membeli hasil penambangan bijih timah ilegal dan melakukan penambangan sendiri di wilayah IUP PT Timah Tbk.
Padahal seharusnya pemilik IUJP hanya dapat melakukan usaha jasa penambangan kepada PT Timah Tbk,” kata jaksa penuntut umum.
Kemudian mereka juga disebut-sebut mengetahui adanya penyimpangan dalam tata kelola pertambangan di Bangka Belitung.
Namun penyimpangan itu tidak dilaporkan kepada Kementerian ESDM.
“Bahwa terdakwa mengetahui adanya penyimpangan dalam tata kelola pertambangan,” kata jaksa penuntut umum.
“Terakwa tidak melaporkan penyelenggaraan dan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan dan tidak melaksanakan pengelolaan data usaha pertambangan mineral yang berada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung kepada Kementrian ESDM,” kata jaksa lagi.
Khusus untuk Amir Syahbana, dia juga dijerat atas perannya saat masih menjadi Kepala Bidang Pertambangan Mineral Logam Dinas ESDM Babel.
Saat itu dia membuat telaahan staf dengan mengabaikan kesimpulan Tim Evaluator.
Pengabaian itu kata jaksa, karena Amir telah menerima uang dari GM Operasional CV Venus Inti Perkasa dan PT Menara Cipta Mulia, Achmad Albani.
“Bahwa perbuatan AMIR SYAHBANA yang membuat Telaahan Staf dengan mengabaikan kesimpulan Tim Evaluator karena AMIR SYAHBANA telah menerima pemberian dari ACHMAD ALBANI selaku GM Operasional dari CV Venus Inti Perkasa dan PT Menara Cipta Mulia berupa uang sejumlah Rp325.999.998, pada periode 20/12/2018 sampai dengan 05/03/2019,” ujar jaksa penuntut umum dalam dakwaannya.
Momen penyitaan uang Rp10 miliar di beberapa tempat di Jakarta oleh Kejagung RI, saat penyidikan dugaan kasus korupsi timah.
Perbuatan para terdakwa itu disebut-sebut merugikan negara hingga Rp300 triliun berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan di PT Timah Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 Tanggal 28 Mei 2024.
“Bahwa akibat perbuatan Terdakwa sebagaimana diuraikan tersebut di atas telah mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14 atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut.”
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Pada sidang perdana kasus korupsi timah, peran para PNS yang menjabat sebagai Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung terungkap.
Mereka didakwa memperkaya Harvey Moeis dan Helena Lim, sebesar Rp420 miliar.
Demikian diungkapkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung dalama cara sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2024).
Pada sidang ini disebutkan bahwa tiga eks Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya MIneral (ESDM) Provinsi Bangka Belitung yakni Amir Syahbana, Suranto Wibowo, dan Rusbani memperkaya Helena Lim dan Harvey Moeis.
“Memperkaya Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” kata jaksa penuntut umum di dalam persidangan.
Harvey Moeis dalam perkara ini disebut-sebut mengkoordinir para perusahaan tambang swasta yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Initernusa.
Kata jaksa, Harvey menyampaikan kepada pihak perusahaan-perusahaan tersebut untuk menyerahkan USD 500 sampai USD 750.
“Dalam pertemuan tersebut HARVEY MOEIS meminta kepada TAMRON alias AON, SUWITO GUNAWAN alias AWI, ROBERT INDARTO, FANDI LINGGA alias FANDI LIM yaitu uang sebesar USD 500 sampai dengan USD 750/ Mton,” kata jaksa penuntut umum
Uang yang diminta itu kemudian disamarkan dalam bentuk corporate social responsibility (CSR) dengan nilai USD 500 per metrik ton yang dihitung dari hasil peleburan timah dengan PT Timah.
Uang CSR tersebut ada yang langsung diserahkan kepada Harvey Moeis.
Ada yang diberikan melalui Helena Lim menggunakan rekening money changer PT Quantum Skyline Exchange.
“Dana pengamanan yang seolah-seolah biaya Corporate Social Responsibility tersebut ada yang diserahkan secara langsung kepada HARVEY MOEIS dan ada yang ditransfer melalui Rekening Money Changer PT Quantum Skyline Exchange dan money changer lainnya,” kata jaksa.
“Setelah uang tersebut masuk ke rekening money changer PT Quantum Skyline Exchange, maka dilakukan penarikan oleh HELENA LIM yang kemudian uang tersebut diserahkan dan dikelola oleh HARVEY MOEIS,” kata jaksa lagi.
Tiga mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (Kadis ESDM) Provinsi Bangka Belitung duduk di kursi terdakwa untuk pertama kalinya dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah.
Mereka ialah: Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2021 sampai 2024, Amir Syahbana; Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2015 sampai Maret 2019, Suranto Wibowo; dan Plt Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung Maret 2019, Rusbani (BN).
Sidang perdana ini digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Berdasarkan pantauan di ruang sidang, Amir dan Suranto hadir dan mengikuti persidangan langsung di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Sedangkan Rusbani terpantau mengikuti persidangan secara daring dari Kejaksaan Negeri Bangka.
“Di mana ini Pak Rusbani?” tanya Hakim Ketua, Fajar Kusuma Aji.
“Kantor Kejaksaan Negeri Bangka, Sungailiat,” jawab jaksa penuntut umum.
Di ruang sidang dipasang layar televisi yang menampilkan Rusbani dari Kejaksaan Negeri Bangka.
Dalam perkara ini, ketiga mantan Kadis ESDM Babel tersebut dijerat karena diduga menerbitkan dan menyetujui RKAB dari perusahaan smelter PT RBT, PT SIP, PT TIN dan CV VIP.
Momen penyitaan uang Rp10 miliar di beberapa tempat di Jakarta oleh Kejagung RI, saat penyidikan dugaan kasus korupsi timah.
Ada yang diberikan melalui Helena Lim menggunakan rekening money changer PT Quantum Skyline Exchange.
“Dana pengamanan yang seolah-seolah biaya Corporate Social Responsibility tersebut ada yang diserahkan secara langsung kepada HARVEY MOEIS dan ada yang ditransfer melalui Rekening Money Changer PT Quantum Skyline Exchange dan money changer lainnya,” kata jaksa.
“Setelah uang tersebut masuk ke rekening money changer PT Quantum Skyline Exchange, maka dilakukan penarikan oleh HELENA LIM yang kemudian uang tersebut diserahkan dan dikelola oleh HARVEY MOEIS,” kata jaksa lagi.
Tiga mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (Kadis ESDM) Provinsi Bangka Belitung duduk di kursi terdakwa untuk pertama kalinya dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah.
Mereka ialah: Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2021 sampai 2024, Amir Syahbana; Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2015 sampai Maret 2019, Suranto Wibowo; dan Plt Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung Maret 2019, Rusbani (BN).
Sidang perdana ini digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Berdasarkan pantauan di ruang sidang, Amir dan Suranto hadir dan mengikuti persidangan langsung di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Sedangkan Rusbani terpantau mengikuti persidangan secara daring dari Kejaksaan Negeri Bangka.
“Di mana ini Pak Rusbani?” tanya Hakim Ketua, Fajar Kusuma Aji.
“Kantor Kejaksaan Negeri Bangka, Sungailiat,” jawab jaksa penuntut umum.
Di ruang sidang dipasang layar televisi yang menampilkan Rusbani dari Kejaksaan Negeri Bangka.
Dalam perkara ini, ketiga mantan Kadis ESDM Babel tersebut dijerat karena diduga menerbitkan dan menyetujui RKAB dari perusahaan smelter PT RBT, PT SIP, PT TIN dan CV VIP.
Advertisement
Seorang dokter terkenal telah menemukan metode menghilangkan rasa sakit pada lutut dan persendian
Advertisement
Cegah diabetes untuk selamanya!
Advertisement
Alat yang akan mengembalikan pertumbuhan rambut hingga 100%! Rambut akan kembali tumbuh tebal dengan
Padahal RKAB tersebut tidak memenuhi syarat untuk diterbitkan.
“Kemudian ketiga tersangka tersebut tahu bahwa RKAB yang dia terbitkan tersebut tidak dipergunakan untuk melakukan penambangan di wilayah IUP kelima perusahaan, melainkan sekadar untuk melegalkan aktivitas perdagangan timah yang diperoleh secara ilegal di wilayah IUP PT Timah,” kata Dirdik Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi dalam konferensi pers Jumat (26/4/2024).
Daftar Tersangka
Dalam perkara ini, Kejaksaan Agung telah menyeret 21 orang, yakni:
1. Mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Aryono;
2. Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah, Alwin Albar (ALW);
3. Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim (HLN);
4. Perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT), Hendry Lie;
5. Owner PT Tinindo Inter Nusa (TIN), Hendry Lie (HL);
6. Marketing PT TIN, Fandy Lingga (FL);
7. M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku Direktur Utama PT Timah periode 2016 hinggga 2021;
8. Emil Emindra (EE) selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2017 sampai 2018;
9. Hasan Tjhie (HT) selaku Direktur Utama CV VIP;
10. Kwang Yung alias Buyung (BY) selaku Eks Komisaris CV VIP;
11. Gunawan (MBG) selaku Direktur Utama PT SIP;
12. Suwito Gunawan (SG) selaku Komisaris PT SIP;
13. Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS;
14. Rosaina (RL) selaku General Manager PT TIN;
15. Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT RBT;
16. Reza Andriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT;
17. Thamron alian Aon sebagai pemilik CV VIP; dan
18. Achmad Albani (AA) selaku manajer Operasional CV VIP.
19. Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2021 sampai 2024, Amir Syahbana (AS);
20. Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2015 sampai Maret 2019, Suranto Wibowo (SW); dan
21. Plt Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung Maret 2019, Rusbani (BN).
Dalam perkara ini, total ada enam tersangka yang juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni Harvey Moeis, Helena Lim, Suparta, Thamron alias Aon, Robert Indarto, dan Suwito Gunawan.
Selain itu, ada yang sudah disidangkan, yakni Toni Tamsil alias Akhi, adik Tamron yang djerat obstruction of justice atau perintangan proses hukum di Pengadilan Negeri Pangkalpinang.
Nilai kerugian negara pada kasus ini ditaksir mencapai Rp 300 triliun.
Kerugian yang dimaksud meliputi harga sewa smelter, pembayaran biji timah ilegal, dan kerusakan lingkungan. (Rilis/*).